Logo Reklamasi Pantura

Pencemaran Teluk Jakarta Bukan Karena Reklamasi

Pencemaran Teluk Jakarta Bukan Karena Reklamasi

JAKARTA – Pencemaran Teluk Jakarta semakin diperburuk dengan berkembangnya lokasi permukiman di daerah penyangga. Bahan-bahan pencemar dari berbagai wilayah penyangga masuk melalui 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta.

Akibatnya, perairan Teluk Jakarta tidak lagi menjadi tempat kehidupan bagi biota laut, termasuk ikan. Bahkan beberapa ikan yang ada terbukti mengandung logam berat, seperti merkuri, sehingga tak layak dikonsumsi.

Data Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta yang dirilis melalui situs www.data. jakarta.go.id memperlihatkan, sampai akhir 2014, sebanyak 85 persen perairan Teluk Jakarta sudah tercemar sedang hingga berat. Hanya 15 persen bagian dari Teluk Jakarta yang pencemarannya sangat ringan sampai ringan.

Penelitian Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) mencatat, air limbah domestik berkontribusi 75 persen terhadap pencemaran Teluk Jakarta. Adapun perkantoran dan daerah komersial menyumbang 15 persen, serta industri 10 persen.

Ketua Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute (ILWI), sebuah lembaga kajian di bidang reklamasi dan pengelolaan air, Sawarendro menjelaskan, rusak dan tercemarnya perairan teluk Jakarta sudah terjadi bahkan, sebelum proyek pulau reklamasi dilakukan oleh pemerintah yang bekerjasama dengan pihak pengembang swasta maupun perusahaan BUMD lainnya.

Sawarendro juga menjelaskan, perairan Teluk Jakarta itu sudah lama tidak lagi menjadi lumbung ikan bagi para nelayan tangkap di area tersebut.

“Ada pernyataan nelayan yang kurang tepat. Di Teluk Jakarta sudah sangat sedikit sekali ikan. Wilayah penangkapan ikan justru berada di luar perairan Laut Jawa. Jadi lebih jauh lagi dari Teluk Jakarta,” ujar Sawarendro di Jakarta (16/6/2017).

Menurut Sawarendro, hadirnya proyek pembangunan pulau reklamasi di Teluk Jakarta itu tetap memberikan akses ruang wilayah tangkap dan budidaya ikan bagi para nelayan di pesisir pantai utara Jakarta.

“Nelayan Kamal, Muara Angke, dan Cilincing tetap ada jalur dari tempat mereka. Jadi tidak mengganggu perjalanan mereka. Aksesnya pun cukup lebar sekitar 300 meter,” kata Sawarendro.

Sawarendro yang juga aktif sebagai pegiat lingkungan dan pemerhati pembanggunan ibukota. Ia mengingatkan masyarakat, bahwa rusak dan tercemarnya perairan Teluk Jakarta yang telah mengakibatkan hilang habitat biota laut itu bukan karena adanya proyek pulau reklamasi. Tapi karena buruknya sistem pengelolaan sampah domestik yang mengalir masuk dari 13 aliran sungai yang bermuara ke teluk Jakarta.

Penolakan terhadap proyek pulau reklamasi, menurut Sawarendro, justru akan merugikan nelayan sendiri. Pembangunan 17 pulau reklamasi akan turut memperbaiki ekosistem perairan Teluk Jakarta dan memberikan nilai tambah bagi para nelayan.

“Akan lebih banyak pasar penjualan ikan karena di pulau-pulau reklamasi menyediakan tempat kuliner dari hasil laut,” katanya.

Berdasarkan data Badan Pembangunan Daerah DKI Jakarta, reklamasi akan mampu menyerap hingga 1,2 juta tenaga kerja. Pemda DKI pun memprioritaskan tenaga kerja dari kawasan utara Jakarta. Pemda DKI juga memastikan reklamasi Teluk Jakarta berada di luar daerah tangkapan ikan.

[nds]

Prev
Next

Leave a facebook comment