Logo Reklamasi Pantura

Menjaga Laut Jakarta dari Pencemaran

Menjaga Laut Jakarta dari Pencemaran

Sumber pencemaran air di DKI Jakarta disebabkan oleh limbah domestik, limbah industri, dan limbah pasar.

JAKARTA Akhir 2015 lalu, warga Jakarta dibuat heboh dengan matinya ribuan ikan di Pantai Ancol, Jakarta Utara. Dugaannya ikan-ikan mati lantaran air laut tercemar endapan limbah beracun yang diduga berada di muara sungai dan terbawa ke laut.

Peristiwa itu bukanlah yang pertama kali terjadi, khususnya di laut Jakarta. Berdasarkan media monitoring yang dilakukan PT Visi Teliti Saksama, jika dihitung mundur maka peristiwa serupa juga pernah terjadi di tahun 2014, 2013, 2011, 2010, dan jauh sebelumnya 2004, ikan mati secara massal di perairan Ancol dan perairan Dadap.

Kementerian Lingkungan Hidup kala itu bahkan menyarankan agar masyarakat tidak mengonsumsi kerang laut. Pasalnya hasil penelitian sejumlah instansi terkait menyimpulkan bahwa kematian ikan secara massal disebabkan sejumlah hal, salah satunya zat pencemar dari kegiatan di laut dan daratan.

Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (ITB) pernah melakukan penelitian mengenai pencemaran yang terjadi di teluk Jakarta. Dalam penelitian berjudul “Model Pengendalian Pencemaran Laut Untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta” tersebut diungkap sejumlah penyebab pencemaran teluk Jakarta.

Pencemaran di Teluk Jakarta. (Foto: Trubus.id / Binsar Marulitua )

Pencemaran di Teluk Jakarta. (Foto: Trubus.id / Binsar Marulitua )

Disebutkan dalam penelitian ini, sumber pencemaran air di DKI Jakarta yang berasal dari landbased disebabkan oleh tiga kategori limbah yaitu limbah domestik, industri dan pasarSelain itu adanya penurunan debit sungai menyebabkan pengenceran atau daya perbaikan sungai tidak berlangsung secara baik dan berkesinambungan.

Sampah domestik sangat besar dan mendominasi timbulan sampah di Jakarta. Timbulan dari pemukiman total produksinya mencapai 10.141 meter kubik per hari, sekolah 955 meter kubik, dan perkantoran 8.520 meter kubik per hari.

Sedangkan terkait limbah industri, penelitian tersebut mengungkap ada delapan kelompok besar penghasil limbah B3. Kelompok itu ialah industri tekstil dan kulit, pabrik kertas dan percetakan, industri kimia besar, industri farmasi, industri logam dasar, industri perakitan kendaraan bermotor, industri baterai kering dan aki, serta rumah sakit.

Untuk komposisi sampah pasar, dari bahan-bahan anorganik rata-rata yang mengalami proses daur ulang (recycle) hanya berkisar 19.95%. Sementara sampah-sampah yang langsung dibuang dan menjadi pencemar mencapai 80.05%. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya pencemaran baik berupa bau, sanitasi maupun gangguan kesehatan lainnya.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pun melakukan penelitian terkait pencemaran di Jakarta.  Hasilnya menyebutkan pencemaran di wilayah Teluk Jakarta akibat pencemaran air limbah domestik dan limbah industri sudah mencapai taraf yang cukup serius.

Dominasi Limbah Domestik

Parlemen pun menaruh perhatian terhadap pencemaran laut. Jurnal Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI berjudul “Pencemaran di Teluk Jakarta”, menyebutkan dugaan salah satu penyebab matinya ikan-ikan dipicu pencemaran air laut oleh lumpur yang mengandung hidrogen sulfda atau H2S. Hal itu dikarenakan adanya pemasukan air yang sangat besar dari sungai-sungai ke daerah muara di Ancol akibat pembalikan atau pengangkatan lumpur.

Lumpur yang mengalir dari sungai kemudian mencemari pesisir laut dan merusak habitat di daerah tersebut. Akibatnya, tingkat oksigen pun sangat menipis. Hasil uji laboratorium pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa tingginya kandungan timah disebabkan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai bermuara di laut menjadi penyebab ribuan ikan tersebut mati.

Penelitian tersebut menyebutkan bahwa tingginya kandungan pencemar di perairan merupakan faktor utama pencemaran. Kandungan timbal, H2S, fospat, dan nitrat merupakan hal yang paling sering disebut. Sebagian besar zat pencemar tersebut juga berasal dari darat seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan dan industrialisasi.

Di Jakarta misalnya, minimnya fasilitas pengolahan air limbah kota (sewerage system) mengakibatkan tercemarnya badan-badan air oleh limbah domestik. Penelitian Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) menunjukkan bahwa air limbah domestik memberikan kontribusi pencemaran air sekitar 75%, air limbah perkantoran dan daerah komersial 15%, dan air limbah industri 10%.

Masalah pencemaran limbah ini lebih diperburuk lagi akibat berkembangnya lokasi permukiman di daerah penyangga Jakarta yang tanpa dilengkapi dengan fasilitas pengolah air limbah sehingga badan-badan sungai di wilayah DKI Jakarta menjadi tempat pembuangannya. Sumber pencemaran utama dari ionion fosfat, nitrat, amonia dan sulfat berasal dari daerah pertanian dan perkotaan, aliran limbah ternak, dan buangan industri.

Senyawa fosfat sebagian besar berasal dari detergen. Sedangkan senyawa sulfat berasal dari limbah organik yang mengandung sulfur atau juga limbah industri yang kemudian terdegradasi secara anaerob membentuk H2S. Pencemar inilah yang berpotensi menyebabkan fenomena red tide atau suatu keadaan laut yang sedang mengalami perubahan warna (discolouration).

Hasil BPLHD DKI Jakarta terhadap sampel di 60 titik sumur pantau menunjukkan bahwa kandungan deterjen, zat organik dan ammonia sudah di atas baku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes No 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

Data terakhir yang diterima Validnews dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terungkap bahwa berdasarkan hasil pemantauan kualitas air laut Teluk Jakarta bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, air laut Teluk Jakarta dinyatakan cemar ringan sampai sedang.

Kasubid Perikanan Tangkap & Budidaya, Kedeputian Maritim, Sekretariat Kabinet, Agil Iqbal Cahaya, menyebutkan pencemaran laut berdampak langsung pada mata pencaharian nelayan tangkap dan pedagang ikan. Dia menyebutkan, tingkat pencemaran di beberapa wilayah perairan Indonesia pada saat ini telah berada pada kondisi yang tidak terkendali. Laju sedimentasi yang masuk ke perairan juga terus meningkat.

Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI, Darjamuni kepada Validnews mengakui bahwa hingga saat ini nelayan di perairan Jakarta masih tetap bisa menghidupi diri dengan mencari ikan, namun jauh dari Teluk Jakarta.

“Nelayan kita cari ikan jauh dari perairan laut Jakarta,” ucap dia kepada Validnews, Senin (18/12).

Terpisah, Deputi IV Bidang Koordinasi SDM, IPTEK dan Budaya Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Syafri Burhanudin mengatakan bahwa secara kasat mata sulit menyebutkan bahwa perairan laut Jakarta masih ideal untuk mencari ikan. Dari segi perubahan warna, dan tingkat lumpur yang tinggi serta banyaknya pencemaran, menurutnya sulit untuk meyakini bisa menangkap ikan di Teluk Jakarta.

“Nah kalo dikatakan kualitas (air). Saya enggak yakin bahwa itu kualitas air di teluk Jakarta sekarang ideal untuk budidaya misalkan. Ini bisa kita liat dari jenis ikan kok. Jumlah ikan yang ditangkap sekarang itu kan menurun, dan jenis yang ditangkap itu kan bisa dilihat ikan-ikan yang bisa survive saja. Yang bisa beredar di daerah situ,” ucap Syafri kepada Validnews.

Karena itu ia berpendapat nelayan Jakarta yang ingin mencari ikan harus menjauh dari Teluk Jakarta. Menurutnya, nelayan yang ingin mencari ikan harus meninggalkan perairan laut Jakarta yang keruh, mencari perairan yang jernih dan relatif bersih.

“Jarak, kira-kira bisa saya katakan lima sampai sepuluh kilometer masih tercemar lah. Saya kira dari sedimentasi ya,” kata dia.

Buangan Bekasi

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji membantah bahwa saat ini nelayan Jakarta tidak dapat mencari ikan di Teluk Jakarta. Menurutnya, meskipun ada pencemaran, namun dipastikan masih ada ikan yang bertahan di perairan laut Jakarta.

Dia juga membantah bahwa pencemaran yang terjadi di laut Jakarta disebabkan sampah-sampah yang dibawa sejumlah sungai di Jakarta. Menurutnya, kondisi sungai-sungai di Jakarta saat ini berbeda dengan kondisi sungai pada sepuluh tahun sebelumnya.

Ia menyebutkan, saat ini sungai-sungai yang ada di Jakarta sudah ditata dan dibersihkan dari sampah. Dengan begitu jumlah sampah yang masuk ke laut melalui sungai bisa diminimalisir. Dia menyebut sampah yang ada di perairan laut Jakarta adalah sampah buangan dari Bekasi dan Karawang yang masuk terdorong arus laut.

“Sekarang kan sudah ada pasukan orange, sungai sudah bersih. Sudah ada yang bersihin sungai tiap hari. Sampah itu terdorong dari Bekasi, dari Karawang. Jakarta sudah mengupayakan agar sampah tidak masuk ke laut. Enggak mungkin ada sampah masuk dari Depok ke Teluk Jakarta. Kan alat berat sudah disiagakan di sungai,” papar Isnawa kepada Validnews.

Menurutnya, selain karena sampah yang masuk ke laut, pencemaran laut Jakarta juga disebabkan adanya kebocoran minyak dari kapal-kapal, dan kegiatan industri yang menyebabkan adanya limbah di sungai.

Sayangnya saat ditanyai ada berapa industri yang tercatat berpotensi membuang limbah ke sungai di Jakarta, Isnawa mengaku tidak mengetahuinya. Dia hanya mengatakan bahwa pihaknya membina seluruh pelaku industri agar ikut menjaga agar tidak terjadi kerusakan lingkungan akibat limbah industri.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Reliantoro menegaskan bahwa pencemaran berdampak pada terganggunya kehidupan biota laut. Dia pun mengatakan bahwa pencemaran berdampak langsung pada kematian ikan dan berkurangnya fungsi ekosistem pesisir.

Selain itu menurut dia pencemaran laut juga berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan, pendapatan masyarakat dan berdampak pada kesehatan. Untuk itu harus ada upaya yang dilakukan untuk melindungi laut dari pencemaran.

Menurut dia, ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan pencemaran laut. Pertama menurutnya adalah pemberlakuan izin pembuangan limbah cair (IPLC) ke laut.  Penerapan baku mutu effluent atau kadar maksimum limbah yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan juga diberlakukan.

Hal penting lainnya, penerapan baku mutu air laut, merupakan ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.

Pembangunan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) nelayan dan gerakan bersih pantai serta rehabilitasi ekosistem pesisir kata Sigit juga perlu dilakukan. Seluruh upaya tersebut menurutnya terus dilakukan oleh pihak KLHK selama ini. Namun demikian menurutnya segala upaya tersebut harus didukung perubahan perilaku masyarakat. Sayangnya hal tersebut adalah yang paling sulit dilaksanakan.

Upaya lain yang harus dilakukan oleh sejumlah instansi adalah penegakan hukum terkait pencemaran lingkungan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memberi efek jera bagi siapapun yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.

“Tahun 2017 ini paling tidak ada dua perusahaan yang sudah dikenakan sanksi administrasi,” ungkap Sigit kepada Validnews.

Secara keseluruhan, lanjut Sigit, pencemaran Teluk Jakarta bisa disebabkan oleh masuknya limbah dari 13 sungai dan kegiatan pelayaran serta usaha migas off shore di laut. Menurutnya, sungai yang bermuara di ke laut membawa limbah domestik termasuk limbah pertanian, perikanan, dan perkebunan. Kemudian pencemaran juga disebabkan oleh sampah dan limbah industri yang dibawa masuk oleh sungai, dan pengecatan kapal-kapal.  [nds]

 

Sumber: validnews.co

Prev
Next

Leave a facebook comment