Logo Reklamasi Pantura

Menuai Polemik Dari Zaman Soeharto Hingga Anies Baswedan, Begini Perjalanan Reklamasi Teluk Jakarta

Menuai Polemik Dari Zaman Soeharto Hingga Anies Baswedan, Begini Perjalanan Reklamasi Teluk Jakarta

Jakarta – Teluk Jakarta merupakan teluk di perairan laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Di teluk ini, bermuara 13 sungai yang membelah Kota Jakarta.

Dengan luas sekitar 514 km persegi, teluk Jakarta merupakan wilayah perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata mencapai 15 meter. Kepulauan Seribu adalah gugusan kepulauan yang berada di Teluk Jakarta.

Teluk ini sempat dikabarkan akan direklamasi, dan dibangun beberapa pulau, namun proyek tersebut dihentikan dan dicabut izinnya oleh Anies Baswedan karena menurutnya reklamasi menjadi bagian dari sejarah dan bukan masa depan DKI Jakarta.

Ternyata reklamasi Teluk Jakarta telah mengalami perjalanan panjang dari masa Soeharto hingga Anies Baswedan. Bagaimana sejarah reklamasi Teluk Jakarta? Yuk, kita cari tahu sama-sama!

Sejarah Teluk Jakarta

Dilansir dari berbagai sumber, polemik proyek reklamasi Teluk Jakarta sudah berlangsung sejak zaman Orde Baru. Ketika itu, Gubernur DKI Jakarta, Wiyogo Atmodarminto memunculkan gagasan ke pantai utara Jakarta.

Rencana reklamasi seluas 2.700 hektar pertama kali disampaikan kepada Presiden Soeharto pada Maret 1995. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kelangkaan lahan di Jakarta dan mengembangkan wilayah Jakarta Utara yang tertinggal dibandingkan empat wilayah lain.

Presiden Soeharto setuju, mengeluarkan keputusan presiden dan pemerintah provinsi DKI Jakarta juga mengeluarkan peraturan daerah. Sejak saat itu terjadi perbedaan pendapat antara Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa reklamasi tidak layak dilakukan karena akan merusak lingkungan. Sementara Pemprov DKI Jakarta bersikeras agar reklamasi tetap dilakukan.

Pada tahun 2003, Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa proyek Teluk Jakarta tidak dapat dilaksanakan karena ketidakmampuan Pemprov DKI untuk mematuhi peraturan perencanaan daerah dan ketersediaan teknologi untuk menangani dampak lingkungan.

Kementerian Lingkungan Hidup lalu mengajukan banding atas keputusan itu, tetapi PTUN tetap memenangkan gugatan keenam perusahaan tersebut. Pada 28 Juli 2009, MA memutuskan mengabulkan kasasi tersebut dan menyatakan, reklamasi menyalahi amdal.

Namun pada tahun 2011, MA justru berbalik dan malah mengeluarkan putusan baru yang menyatakan proyek reklamasi di Pantai Jakarta legal meskipun disertai syarat, pemprov DKI Jakarta harus membuat kajian amdal baru untuk memperbarui amdal yang diajukan tahun 2003. Juga dengan pembuatan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang melibatkan pemda di sekitar Teluk Jakarta.

Era SBY, Fauzi Bowo, dan Ahok

Pada tahun 2012 Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menyetujui dan menerbitkan Perpres mengenai reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau di Teluk Jakarta. Lalu di tahun 2014, Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo kembali mengukuhkan rencana reklamasi, mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI dengan pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha dari PT Agung Podomoro Land Tbk.

Namun Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai kebijakan tersebut melanggar karena kewenangan memberikan izin di area laut strategis berada di tangan kementeriannya meski lokasinya ada di wilayah DKI Jakarta.

Menteri Koordinator Kemaritiman, Menko Rizal Ramli juga meminta pengembang dan Pemprov DKI Jakarta membuat kajian ilmiah rencana reklamasi Pulau G di Jakarta Utara. Kajian itu perlu dijelaskan kepada publik sehingga publik tahu detail perencanaan dan bisa mengawasi proyek reklamasi.

Akhir September 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengkaji penghentian sementara (moratorium) reklamasi. Reklamasi diusulkan hanya untuk pelabuhan, bandara, dan listrik. Di luar itu tidak boleh ada reklamasi untuk hotel, apartemen, mal, dan sebagainya.

Moratorium yang masih berupa kajian tersebut tidak menghentikan langkah Pemprov DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Ahok untuk tetap melaksanakan reklamasi. Saat itu, tujuan reklamasi teluk Jakarta adalah untuk mengembangkan kawasan pantura. Kendati demikian, keputusan pembangunan pulau reklamasi ditentang Kementerian Lingkungan Hidup.

Keputusan itu diambil berdasarkan hasil studi analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) terhadap rencana Reklamasi Pantura Jakarta. Selanjutnya, Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Gubernur Joko Widodo mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau G (Pluit City).

Era Anies Baswedan

Pencabutan Izin pembangunan proyek pulau reklamasi di Teluk Jakarta akhirnya dihentikan pada saatkepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pencabutan izin reklamasi 13 pulau dilakukan pada 26 September 2018 berdasarkan hasil verifikasi Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta terhadap mereka yang tidak melaksanakan kewajiban.

Namun Anies tetap melanjutkan empat pulau proyek reklamasi yang terlanjur dibangun. Anies juga menugaskan PT Jakarta Propertindo untuk mengelola tiga pulau, yakni Pulau C, Pulau D, dan Pulau G, selama sepuluh tahun.

Selain itu, Anies juga mengubah nama ketiga pulau itu. Nama Pulau C, D, dan G diganti menjadi Kawasan Pantai Kita, Kawasan Pantai Maju, dan Kawasan Pantai Bersama. Nama itu dipilih lantaran kawasan reklamasi tak mempunyai sejarah dan diharapkan menampung semangat melihat ke depan.

Selanjutnya, Pemprov DKI Jakarta akan membentuk sebuah kelurahan baru untuk pulau reklamasi. Saat ini, Pulau C dan D masuk dalam Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Sementara Pulau G masuk Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Prev
Next

Leave a facebook comment