Logo Reklamasi Pantura

Upaya Hentikan Reklamasi Adalah Political Branding Anies Suksesi Pilpres 2019

Upaya Hentikan Reklamasi Adalah Political Branding Anies Suksesi Pilpres 2019

JAKARTA – Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti ragu dengan kesungguhan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno untuk menghentikan reklamasi. Dia menduga penolakan reklamasi yang selalu disampaikan Anies-Sandi hanya semacam pencitraan untuk kepentingan politiknya.

“Saya tidak terlalu yakin reklamasi Anies sungguh-sungguh. Kalau betul dia punya kemauan mengatasi reklamasi. Begitu ditantang Sofyan Djalil. Dia bahwa ke pengadilan. Ini kan tidak. Kenapa? Karena dugaan saya politic branding,” kata Ray Rangkuti di Kantor Para Syndicate, Jakarta Selatan, Jumat (26/1).

Ray menilai itu bagian dari political branding Anies-Sandi karena sampai saat ini proyek reklamasi tetap berjalan. Dia memperkirakan sikap penolakan terhadap reklamasi akan dipertahankan. Namun eksekusinya yang tidak jelas.

“Ini akan dipelihara terus dan tidak akan diselesaikan. Karena mungkin pada faktanya sulit menyelesaikan kasus ini. Padahal ada mekanisme lain menyelesaikannya, bawa saja ke pengadilan siapa yang benar di antara keduanya,” kata Ray.

Sementara, Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, Anies dan Sandi tidak seharusnya memutuskan soal reklamasi. Alasannya, pemerintah pusat yang memiliki wewenang memutuskan nasib reklamasi. Agus mengatakan kebijakan yang dilakukan Anies-Sandi salah kaprah.

“Dasar hukumnya Perpres 1995 kemudian ada Undang-undang tentang kawasan pesisir tapi UU itu belum ada turunannya. Nah itu enggak bisa dipakai tapi muncul PP, Pergub yang tidak nyangkut,” kata Agus.

Interpelasi Kebijakan Gubernur Anies Soal Reklamasi

Selain itu, anggota DPRD dari Fraksi PDI-P Yuke Yurike menilai setidaknya ada empat kebijakan Gubernur Anies Baswedan yang bertentangan dengan undang-undang, yakni penataan kawasan Tanah Abang yang membuat kawasan di sentra bisnis itu kembali semrawut, usulan pencabutan sertifikat HGB di pulau reklamasi yang mengundang polemik, pencabutan aturan larangan sepeda motor di Jalan Thamrin, dan mengizinkan becak kembali beroperasi di Jakarta.

Karenanya, Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPRD DKI Jakarta merencanakan penggunaan hak interpelasi terhadap kebijakan Gubernur DKI itu.

“Apabila memang banyak masalah di lapangan yang belum jelas dan memang diperlukan, kita bisa saja lakukan hak interpelasi. Sangat terbuka untuk itu, karena kami menjalankan fungsi pengawasan,” kata Yuke di Jakarta, Senin (29/1)

Menanggapi wacana tersebut, pengamat politik Emrus Sihombing menyatakan kecil sekali peluang DPRD menginterpelasi gubernur. Apalagi, wacana itu digalang oleh parpol oposisi. Alasannya, watak oposisi di Indonesia belum dewasa, sehingga interpelasi yang diwacanakan hanya merupakan tindakan melempar isu kepada publik yang tidak diiringi dengan sikap yang konsisten. Hal tersebut telah ditunjukkan oleh parpol oposisi di tingkat pusat maupun daerah.

“Ini hanya tindakan melempar isu, lalu diwacanakan, tetapi publik tidak tahu ujungnya. Di tengah jalan terjadi inkonsistensi atau ‘masuk angin’ karena adanya kompromi di belakang panggung,” katanya.

Walau demikian, Emrus meminta Gubernur Anies tidak risih menerima koreksi sebagai konsekuensi terwujudnya check and balances sebagai buntut dari kebijakan-kebijakan yang diambilnya.

 

Sumber: Merdeka.com dan Beritasatu.com

Prev
Next

Leave a facebook comment