Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, hasil putusan PTUN harus dilihat secara keseluruhan proses, dari mulai gagasan sampai dengan proses tender. Bila semua proses tersebut secara regulasi dan hukum memenuhi persyaratan maka tentunya PTUN tidak dapat membatalkan. Namun, bila memang ada persyaratan yang tidak dipenuhi atau dilanggar, tentu putusan PTUN tersebut sudah benar.
“Jadi, kembali semuanya harus dinilai dari aturan yang berlaku. Sedangkan masalah reklamasi memang sudah sangat umum dilakukan oleh negara-negara lain dan mereka juga mengharuskan dilakukan penelitian yang menyeluruh dalam proses persetujuannya,” ungkapnya di Jakarta, baru-baru ini.
Hariyadi pun menilai pemerintah pusat harus segera mengeluarkan payung hukum karena masalah reklamasi terlalu di politisasi dan menjadi sorotan publik.
Sementara itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan, Pemprov DKI bisa mengajukan banding terhadap pengadilan atas hasil putusan PTUN. Namun, jika hal itu dilakukan maka pemerintah dalam hal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kelautan dan Perikanan harus berperan mengingat kedua kementerian itu memiliki wewenang menyangkut reklamasi.
Pembatalan reklamasi menurutnya terjadi karena adanya gagal prosedural seperti Perda, amdal, zonasi, akar substansi lingkungan dan bagaimana soal mekanisme dan isu lingkungan dijawab.
“Jadi aspek prosedural harus dipenuhi dan harus ada yang bisa jawab pertanyaan-pertanyaan soal itu dan memberikan garansi, baru bisa jalan. Jadi, bangun pulau dengan prosedural yang benar sekaligus melindungi para nelayan. Paralellah bekerjanya,” katanya.
Yayat menegaskan, reklamasi bukan sesuatu yang haram asal tujuannya jelas. Seperti halnya di Hong Kong dan Singapura yang pemanfaatannya untuk kepentingan umum.
“Kata kepentingan umum harus jadi payung supaya semua orang merasa diakomodir, negara yang membangun didukung swasta,” ujar dia.
Oleh karena itu, dia kembali mengingatkan harus ada kelengkapan prosedural secara atutan hukum dan dibangun dengan panduan mengingat adanya kehidupan disana termasuk biota laut.
“Reklamasi bisa dilakukan dengan izin bersyarat,” tegasnya.
Reklamasi, sambungnya boleh saja dilakukan, asalkan Pemprov DKI dapat mengantisipasi banyaknya jumlah penduduk baru di Jakarta dan bagaimana kebutuhan airnya. Disamping itu, pengelolaan pulau hasil reklamasi sebaiknya dilakukan secara mandiri.
Menurutnya, kepemilikan lahan hasil reklamasi tersebut menjadi aset DKI. Nantinya dalam kurun waktu tertentu, sarana prasarana yang telah dibangun harus diserahkan ke DKI.
Secara tata ruang, Yayat mengatakan, perlu ada pengesahan secara tata ruang yang baru. Lalu, Pemprov DKI harus menetapkan Perda peraturan zonasi dan pengelolaan pesisirnya, termasuk menyangkut analisa dampak lingkungannya.
Sumber: beritasatu.com