Logo Reklamasi Pantura

Pengamat: Singapura Bisa Dijadikan Contoh Reklamasi

Jakarta, GATRAnews – Pakar Reklamasi Sawarendro mengatakan, reklamasi merupakan hal yang lazim dilakukan di berbagai negara. Hal ini biasa dilakukan untuk mengatasi problem daya tampung dan daya dukung ruang suatu wilayah yang semakin kritis. Banyak negara-negara di dunia yang sukses menambah luas negaranya dengan cara reklamasi. “Singapura bisa menjadi contoh,” kata Sawarendro, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa (18/4).

Reklamasi, kata Sawarendro, bahkan menjadi strategi pemerintah Singapura untuk mengembangkan negara dan memperluas wilayah negara kota yang luasnya sangat terbatas itu. Saat ini luas wilayah Republik Singapura sekitar 719 kilometer persegi.

“Lebih besar dari wilayah DKI Jakarta yang seluas 661 kilometer persegi, namun lebih kecil daripada kota New York yang memiliki luas 784 kilometer persegi,” jelasnya.

Sejak merdeka, tambah Pakar Reklamasi ini, luas wilayah Singapura telah bertambah tak kurang dari 130 kilometer persegi. “Sekitar tahun 1960 luas wilayah Singapura baru seluas 581 kilometer persegi, sementara di tahun 2015 luasnya berkembang menjadi 719 kilometer persegi,” ujar Sawarendro.

Hingga tahun 2030, kata Sawarendro, pemerintah Singapura merencanakan perluasan lahan sekitar 100 kilometer persegi dengan reklamasi. “Hal ini untuk mengimbangi potensi perkembangan Singapura di masa mendatang,” tambahnya.

Menurut Sawarendro, pemerintah Republik Singapura memandang sangat penting program reklamasi lahan dalam pembangunan negaranya. Luas wilayah yang terbatas dengan penduduk sekitar 5,6 juta jiwa, tambah Sawarendro, menempatkan Republik Singapura sebagai salah satu negara dengan tingkat kepadatan nomor tiga tertinggi di dunia, di bawah Macau dan Monaco.

Karena itu, jelas Sawarendro, melalui reklamasi pemerintah Singapura terus membangun area komersial, industrial, perumahan, dan berbagai infrastruktur untuk bisa menjaga daya dukung perkembangan negara secara optimal.

“Hasilnya, selain menambah luas wilayah, pemerintah Singapura juga mempercantik negara kota ini menjadi salah tempat yang banyak dikunjungi pendatang dari berbagai negara,” ujar Sawarendro.

Sementara itu, Pakar Teknik Perairan Institut Teknologi Bandung (ITB) Hernawan mengatakan, Jakarta membutuhkan reklamasi untuk mengatasi problem daya tampung dan daya dukung ruang wilayahnya yang semakin kritis.

“Sebagai kota, Jakarta bahkan lebih padat dibandingkan dengan Singapura,” kata Hernawan.

Dengan luas yang lebih kecil daripada Singapura, penduduk Jakarta bahkan lebih banyak. Saat ini diperkirakan Jakarta dihuni oleh sekitar 10 juta orang. “Hal yang wajar jika Jakarta memerlukan reklamasi untuk memekarkan wilayahnya,” tambah Hernawan.

Karena semakin padat, menurut Hernawan, penduduk ibukota membutuhkan lebih banyak ruang untuk tinggal dan bekerja. Pengembangan Jakarta, hanya memungkinkan ke utara. “Ke sisi timur, barat dan selatan Jakarta sudah tidak bisa jadi pilihan,” jelas Hernawan.

Dengan reklamasi, tambah Hernawan, Jakarta juga dapat mempercantik dirinya menjadi kota metropolitan kelas dunia. Konsep waterfront city  yang akan dibangun di pantai utara Jakarta juga tidak kalah dengan yang ada di berbagai negara maju,” ujar Hernawan.

Waterfront city di pantai utara Jakarta yang menjadi bagian proyek NCICD, jelas Hernawan, akan menawarkan dayatarik berupa ruang terbuka hijau, bangunan-bangunan untuk pusat aktivitas, hunian dan pusat perkantoran dalam suatu wilayah yang berdekatan. “Semua ini didukung dengan berbagai fasilitas yang memadai yang bersebelahan dengan lingkungan perairan,” kata Hernawan.

Menanggapi dampak reklamasi terhadap lingkungan, Sawarendro mengatakan, teknologi saat ini sudah semakin canggih. Ekologi dan reklamasi bukan lagi hal yang terpisah. “Saat ini, dengan strategi perencanaan dan pengendalian yang tepat, reklamasi bisa membantu untuk mendukung kondisi lingkungan yang lebih baik,” tegas Sawarendro.

Sumber:  Gatra.com

 

 

Prev
Next

Leave a facebook comment