Logo Reklamasi Pantura

Penerbitan Sertifikat Pulau Reklamasi Sesuai Aturan

Penerbitan Sertifikat Pulau Reklamasi Sesuai Aturan

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta Muhammad Najib Taufieq di Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta, Jalan Taman Jatibaru, Jakarta Pusat, Nursita Sari/Kompas.com, Selasa (29/8/2017).

Besarnya Investasi Pengembang untuk Reklamasi Jadi Pertimbangan

JAKARTA, Penerbitan sertifikat hak pengelolaan lahan dan hak guna bangunan untuk pulau reklamasi C dan D di Teluk Jakarta dinyatakan sesuai aturan berlaku. Prosesnya juga sesuai tahapan yang diwajibkan. Pihak terkait pun bertanggung jawab penuh.

Pernyataan itu ditegaskan oleh pihak terkait, di antaranya Kantor Wilayah Badan Pertanahan DKI Jakarta, Selasa (29/8), guna menjawab simpang siur informasi yang menyebar ke public beberapa hari terakhir. Instansi terkait mengklaim penerbitan hak guna bangunan (HGB) seluas 312 hektar untuk Pulau D sudah sesuai aturan yang berlaku. Kantor BPN Jakarta Utara selaku pihak yang menerbitkan sertifikat itu mengacu pada Pasal 14 Peraturan Kantor Badan Pertanahan Nomor 2 Tahun 2013.

Kepala Kanwil Pertanahana Nasional DKI Jakarta Muhammad Najib Taufieq mengatakan, Perkaban No /2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Pasal 4 Huruf C menyebutkan, kepala kantor pertanahan memberikan keputusan mengenai pemberian HGB atas hak pengelolaan lahan (HPL). Penerbitan HGB dan HPL tidak dibatasi luasannya.

Kondisi itu berbeda dengan HGB untuk perseorangan yang dibatasi luas tanahnya 3.000 meter persegi hingga tidak lebih dari 10.000 meter persegi. HGB badan hukum juga dibatasi luas tanahnya dari 20.000 meter persegi hingga 150.000 meter persegi.

“Penerbitan sertifikat HGB seluar 3,12 meter persegi atau 312 hektar kepada PT Kapuk Naga Indah (KNI) sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penerbitan HGB di atas HPL adalah kewenangan kantor pertanahan kabupaten atau kota,” ujar Najib, Selasa (29/8/2017).

HGB Pulau D diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan bisa diperpanjang atas persetujuan pemegang HPL, yaitu Pemprov DKI Jakarta. HGB yang diberikan merupakan HGB induk yang pemanfaatannya dibatasi. Pengembang hanya bisa memanfaatkan 52,5 persen untuk kepentingan komersial. Sisanya digunakan untuk kepentingan fasilitas umum dan fasilitas sosial. Fasos dan fasum itu wajib dibangun oleh pengembang dan akan diserahkan kepada DKI. Fasum dan fasos itu selanjutnya akan disertifikatkan hak pakar atas nama Pemprov DKI Jakarta.

Najib menjelaskan, sertifikat HPL Pulau D terbit pada Juni. Namun, secara simbolis, sertifikat HPL Pulau C dan Pulau D diumumkan Presiden pada saat acara “Penyerahan sertifikat Ha katas Tanah Program Strategis Nasional se-Jabodetabek” di area park and ride Jalan Thamrin Nomor 10, Jakarta Pusat, Minggu (20/8). Atas dasar itu, BPN Jakut memproses sertifikat Pulau D.

Soal Modal Pengembang

Menanggapi terbitnya sertifikat yang kontroversial karena status moratorium reklamasi. Najib mengatakan, alasan penerbitan HGB adalah dengan pertimbangan investor sudah menanamkan modal besar untuk reklamasi. Pengembang juga sudah memiliki paying hukum Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 untuk bekerja sama dengan DKI. Harapannya, setelah moratorium dicabut pengembang bisa langsung memproses perizinan lain.

“Begitu moratorium selesai, sertifikat ini bisa dimanfaatkan untuk pinjam uang ke bank. Kami hanya membantu dari sisi pelayanan,” ujar Najib.

Pakar agraria dari Universitas Indonesia, Arie Sukanti mengatakan, pengurusan HGB diatas HPL bisa cepat karena berkas hanya diproses di kantor pertanahan. HGB bisa terbit selama pengembang dan Pemprov DKI memiliki perjanjian kerja sama. Pengembang juga harus memenuhi syarat yang diajukan oleh DKI.

sumber: https://kompas.id/baca/metro/2017/08/30/sertifikat-sesuai-aturan/

Prev
Next

Leave a facebook comment