Logo Reklamasi Pantura

Sanksi Moratorium Reklamasi Dicabut

Sanksi Moratorium Reklamasi Dicabut

Pemerintah melalui KLHK (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Didesak Lebih terbuka kepada publik terkait pencabutan sanksi.

Kementrian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) menilai pengembang telah memenuhi syarat untuk smeua hal yang harus dilakukan demi kelanjutan proyek reklamasi pulau C, D, dan G Teluk Jakarta. Sanksi moratorium kedua pun akan segera dicabut oleh pemerintah.

KLHK telah melakukan berbagai pertimbangan dilihat dari usaha dan etiket baik pengembang dalam melakukan perbaikan dokumen seperti ijin lingkungan dengan mengintegrasikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) rencana Pembangunan Kawasan Pesisir  Terpadu Ibu Kota Nasional (NCIDC) serta tidak lupa juga untuk mempertimbangkan aspek sosial.

Pemprov DKI akan mendapatkan tanggung jawab terkait pengawasan pembangunan pulau C dan D terkait penghapusan sanksi penghentian sementara kegiatan pulau C dan D oleh KLHK dalam 2 pekan kedepan.

Dengan demikian keputusan Mentri LHK dalam pemberian sanksi pemberhentian kegiatan sementara itu akan di kaji ulang kesesuaian izin lingkungannya dari Pemprov DKI bagi pulai C dan D

“secara umum sudah memenuhi dan kami sedang mempersiapkan pencabutan sanksi” ujar Direktur Pengaduan, Pengawasan dan sanksi administrasi KLHK, Rosa Vivien Ratnawati. (31/8).

Mentri LHK ingin Vivien, Direktur Pencegahan Dampak Lingkingan Usaha dan Kegiatan KLHK yaitu Ary Sudjianto, serta direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan sektor KLHK Lasmi Wijayanti menjelaskan terkait pencabutan sanksi ini.

Pemprov DKI diminta untuk segera menyelesaikan “pekerjaan rumahnya” pasca pemcabutan sanksi tersebut dikarenakan KLHK  saat ini tengah sibuk menyiapkan dua surat keputusan Mentri yang ditujukan untuk pencabutan sanksi penghentian sementara kegiatan PT KAPUK NAGA INDAH di Pulau C dan D.

Wijayanti menambahkan, bahwa DKI sudah menyelesaikan KLHS. Belum siapnya KLHS ke-17 Pulau lah yang selama ini yang menjadi alasan dijatuhkannya sanksi penghentian kegiatan sementara di pulau C dan D. “Validasi KLHS tanggal 29 Mei (2017)” ujarnya.

Tujuan NCICD yang paling diutamakan adalam pembangunan 120 Kilometer tanggul laut tahap A disepanjang  pesisir Tanggerang, DKI hingga Bekasi. Hal ini berdasarkan Keputusna Gubernur  Provinsi DKI Jakarta nomor 1685 Tahun 2015 tentang Penetapan Rencana Trace Indikatif Tanggul Laut Terintegrasi Daratan Tahap A yang membentang di sepanjang pesisir DKI Jakarta kurang lebih 80,5 KM.

Akan tetapi dikarenakan sebagian besar area pesisir Pulau C dan D yang menjadi studi Amdal tidak ditanggul dikarenakan adanya kawasan hutan mangrove disana.

Ary menambahkan bahwa sebagian warga yang tinggal didekat Pulau C dan D adalah warga kelas menengah keatas seperti warga Pantai Indah Kapuk dan tidak terlalu terkena dampak reklamasi. Dengan demikian dinilai bahwa aspek sosial sudah terpenuhi.

Lalu terkait dengan belum adanya kegiatan pembangunan pulau A dan B di posisi barat pulau C tidak akan mengganggu nelayan yang beraktivitas seperti di daerah Kamal Muara yang melaut.

Sedangkan hal yang sama juga akan dirasakan nelayang Muara Angke dikarenakan rencana pembangunan Pulau E di timur pulau D dibatalkan seiring dengan penghentian sementara kegiatan pulau C dan D.

Rencanaya untuk pemenuhan kebutuhan air bersih di Pulau C dan D akan berasal dari pengelolaan air Muara Cengkareng Drain dan Kali Angke dengan kemampuan menghasilkan 380 liter perdetik dan dibarengi dengan pengelolaan air bersih mandiri.

Kronologi Kasus 

  1. 11 Mei 2016,
    KLHK menghentikan sementara kegiatan proyek reklamasi Pulau C, D dan G Teluk Jakarta dengan masa waktu 120 hari.
  2. 13 Mei 2016,
    Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama menyebut perpanjangan izin prinsi dan izin pelaksanaan hanya diberikan kepada pengembang penuai kontribusi tambahan. Penerapan tersebut akan dinilai sebagai upaya subsidi silang proyek reklamasi bagi warga Jakarta.
  3. Mei 2016,
    PTUN mengabulkan guguatan gugatan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) terkait pembebeasan izin pelaksanaan reklamasi pulau G, F, I dan K.
  4. 1 Juni 2016,
    Pemprov DKI mengajukan banding terhadap putusan tersebut terkain Pulau G.
  5. 13 September 2016,
    Pemerintah melalui Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memutuskan untuk melanjutkan reklamasi teluk Jakarta, karena ia menilai bahwa reklamasi dirasa perlu guna mewujudkan Konsep Pembangunan Kawasan Pesisir Terpadu Ibu Kota Nasional.
  6. 17 Oktober 2016,
    PTUN mencabut putusan PTUN dan menyatakan kegiatan reklamasi pulau G adalah sah dan legal.
  7. 24 Oktober 2016,
    Moratorium diperpanjang hingga 60 hari sampai dengan 24 Desember 2017.
  8. 21 Oktober 2016,
    Sebelumnya PTUN memenangkan pengajuan banding PT Muara Wisesa Samudra (pengelola Pulau D)
  9. 24 Desember 2016,
    Moratorium proyek reklamasi Teluk Jakarta di pepanjang hingga April 2017. Diharapkan amdal segera diselesaikan dalam 2-3 pekan kedepan.
  10. 3 April 2017,
    Sidang Sengketa Informasi antara Pusat Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) dan Kemenko Kemaritiman di komisi Informasi Pusat. Dari hasil siding tersebut ditemukan bahwa ada dugaan Kemenko Kemaritiman belum memiliki kajian komperhensif lingkungan, sosial dan hukum terkait dengan proyek reklamasi pantai utara Jakarta. Sangat disayangkan bila temuan ini diketahui pada saat sidang Ke-3.
  11. 28 April 2017,
    Izin lingkungan Pulau C dan D diterbitkan oleh Pemprov DKI.
  12. 19 Juni 2017,
    MA Menolak Kasasi dari pihak pemohon yaitu Kiara dan Walhi yang notabene mempermasalahkan izin proyek reklamasi pulau G dalam Surat Keputusan Gubernur Jakarta.
  13. 20 Agustus 2017,
    Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menyerahkan sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau C dan D Kepada Pemprov DKI dengan hak kelola sampai dengan 30 tahun kedepan dan bias diperpanjang.
  14. 24 Agustus 2017,
    Sertifikat HGB 1897/HGB/BPN-09.05/2017 yang ditujukan untuk PT KAPUK NAGA INDAH telah diberikan. HGB menyusul seiring dengan terbitnya HPL. Walaupun demikian pengembang belum bias berbuat apa-apa dikarenakan Rencana Zonasi serta Renstra Pantura Jakarta Belum disahkan sebagai payung hukum.
  15. 31 Agustus 2017,
    Kesesuaian izin lingkungan dari Pemprov DKI atas Pulau C dan D mulai diperiksa oleh KLHK. Hasilnya akan diumumkan pada 2-3 pekan kedepan oleh KLHK. KSTJ meminta Mentri ATR atau Kepala BPN untuk membatalkan HPL Pulau C dan D karena masalah belum adanya HPL namun bangunan sudah berdiri.

Transparansi Publik

Terkait dengan belum terbitnya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) belum terpenuhi, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tidor Hutapea menilai pencabutan sanksi administrasi dan moratorium reklamasi belum bias dilakukan.

“selama KHLS belum ada dan RTRKS juga, akan lebih tepat bahwa sanksi administrasi dan moratorium terus dilanjutkan.” Ujar beliau.

Martin Hardiwinata selaku perwakilan Perwakilan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia menambahkan bahwa KLHK harus lebih terbuka kepada masyarakat, ia menilai bahwa KLHS yang di susun KLHK dibuat tanpa dengan mempertimbangkan persetujuan masyarakat. Kuasa Hukum Pulau C dan D PT KNI yaitu Kresna Wasedanto, mengatakan bahwa ia sangat mengapresiasi tindakan pemerintah tersebut.  Ia menegaskan bahwa pihaknya selaku perwakilan pengembang akan menjalani proses hokum yang berlaku dan sesuai prosedur yang ada di dalam pemerintahan.

 https://kompas.id/baca/metro/2017/09/02/moratorium-reklamasi-siap-dicabut/

 

Prev
Next

Leave a facebook comment