Logo Reklamasi Pantura

Menilik Nasib Jakarta 2050, Bertahan Atau Tenggelam?

Menilik Nasib Jakarta 2050, Bertahan Atau Tenggelam?

Jakarta – Sebagaimana tercatat dalam sejarah, banjir besar Laut Utara 1953 mengakibatkan luapan air yang merendam beberapa negara, seperti Belanda, Belgia, dan Inggris Raya.

Di Belanda sendiri, banjir besar menutupi wilayah seluas hingga 1.365 kilometer persegi, menewaskan 1.835 orang, serta memaksa lebih dari 70.000 orang mengungsi. Banjir juga merusak 47.300 bangunan, dan dari jumlah tersebut 10.000 bangunan hancur total.

Tragedi ini membuat pemerintah Belanda membentuk Komisi Delta untuk meneliti penyebab dan dampak banjir. Selanjutnya, pemerintah menyusun rencana untuk membangun Deltawerken, yang merupakan proyek konstruksi 13 tanggul raksasa dan bendungan besar untuk melindungi banyak kawasan Belanda dari meluapnya Laut Utara.

Bendungan terbesar Deltawerken adalah Oosterscheldekering, yang panjangnya sekitar sembilan kilometer.

Awalnya, Oosterscheldekering dirancang sebagai tanggul raksasa tertutup, tetapi setelah mendapat protes dari warga lokal, dibuatlah gerbang akses buka-tutup sepanjang empat kilometer.

Gerbang tersebut biasanya dibiarkan terbuka, tetapi dapat ditutup tergantung pada kondisi cuaca. Dengan sistem buka-tutup, kehidupan ekosistem laut dapat dilestarikan dan proses penangkapan ikan oleh nelayan juga dapat terus berlanjut, sementara daratan terlindungi air laut.

Oosterscheldekering yang dibangun sejak tahun 1960 akhirnya dibuka oleh Ratu Beatrix pada 4 Oktober 1986.

Hingga kini, Belanda tidak pernah lagi mengalami tragedi banjir besar seperti pada tahun 1953. Oosterscheldekering sendiri dinobatkan oleh American Society of Civil Engineers sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban di Dunia Modern.

NCICD

Namun, bagaimana dengan Jakarta? Ibukota Indonesia itu, sebagaimana dikutip dari situs resmi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, menyebutkan bahwa National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) mencakup pembangunan tanggul raksasa di bagian utara Teluk Jakarta sebagai cara untuk melindungi ibukota dari banjir.

Situs tersebut menyatakan, dari ketiga fase mega proyek itu, Fase A difokuskan untuk meningkatkan perlindungan pantai yang ada saat ini, yaitu penguatan dan pengembangan tanggul-tanggul pantai yang sudah ada sepanjang 30 kilometer, serta pembangunan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta. Kegiatan pencanangan fase pertama ini dilaksanakan pada awal September 2014, sementara pelaksanaan konstruksinya direncanakan pada awal 2016.

Namun, sebagaimana diketahui, Pemprov DKI Jakarta telah mencabut izin prinsip pulau reklamasi di Teluk Jakarta yang sekaligus memastikan penghentian pengerjaan reklamasi di 13 pulau yang belum dibangun, dan empat pulau lainnya yang sudah selesai dikerjakan akan dikelola untuk kepentingan publik.

Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, 26 September 2018 lalu, mengatakan keputusan itu dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Badan Koordinasi Pengelolaan Pantai Utara (BKP-Pantura).

“Dari hasil rekomendasi, kami pastikan 13 pulau yang belum dibangun akan dihentikan pengerjaannya. Penghentian itu tidak hanya pengerjaan saja yang dihentikan, tetapi juga secara keseluruhan, karena izin prinsip dan pelaksanaan juga dicabut. Adapun untuk empat pulau yang sudah ada, akan dikelola untuk kepentingan publik,” ujar Anies.

Kendati demikian, Anies mengatakan Pemprov DKI Jakarta tetap mendukung pengembangan ekonomi dan pelaku properti, sekaligus memastikan pengelolaan tata ruang dan pemanfaatannya menghargai aspek lingkungan hidup dan pemberdayaan pesisir.

Para pemegang izin prinsip tersebLS

Prev
Next

Leave a facebook comment