Logo Reklamasi Pantura

Berkaca dari Reklamasi Dubai dan Singapura

Berkaca dari Reklamasi Dubai dan Singapura

Uni Emirat Arab diberkahi oleh limpahan minyak. Namun, pemerintahnya sadar bahwa lambat laun minyak akan habis dan mereka bisa kehabisan sumber pendapatan. Karena itu, sumber-sumber pendapatan lain mulai digali, salah satunya dari sektor pariwisata. Mereka pun mulai memikirkan cara untuk membuat destinasi wisata agar dapat menarik turis sebanyak-banyaknya.

Dengan sumber daya alam yang terbatas, reklamasi merupakan satu-satunya jalan untuk membuat destinasi wisata baru. Pengembangan pariwisata diawali dengan membangun tiga pulau atau disebut The Palm Island. Dalam Palm Island terdapat Palm Jumeirah, Palm Jebel Ali dan Palm Deira.

Palm Jumeirah salah satu pulau yang terkecil dari Palm Jebel Ali dan Palm Deira. Pulau ini nantinya akan menjadi pusat hiburan kelas atas dengan fasilitas yang eksklusif seperti hotel bintang lima, perumahan elite, rumah sakit, dan fasilitas mewah lainnya. Pada 2001, kontraktor pemerintah Dubai yakni Nakheel Propertis memulai pembangunannya di Palm Jumeirah.

Pembangunan itu menggunakan 94 juta meter kubik pasir dan tujuh juta ton batu. The Palm Jumeirah dibangun dengan cara menyemprotkan pasir ke dasar laut sedalam 10,5 meter menggunakan kapal keruk. Di atas permukaan laut, 3 meter reklamasi dilakukan dengan teknik “membuat pelangi”, yakni dengan cara menyemprotkan pasir ke  permukaan pulau yang semakin meninggi. Pasir Calcareous digunakan untuk reklamasi tersebut. Pulau ini mencakup sebuah pemecah gelombang menggunakan bebatuan, untuk mendukung dan menyediakan habitat bagi kehidupan laut.

Pembentukan tanah dilakukan oleh perusahaan Belanda, Van Oord. Perusahaan ini merupakan kontraktor reklamasi berkelas dunia. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat pulau ini mencapai 12,3 miliar dolar AS dan melibatkan kurang lebih 40,000 pekerja yang kebanyakan berasal dari Asia Selatan. Pulau yang menghabiskan dana fantastis dalam pembangunannya ini telah telah dilengkapi dengan fasilitas vila, apartemen, restoran, kafe, hotel, dan pertokoan.

Pembangunan pulau ini ternyata berhasil meningkatkan kunjungan wisatawan ke Uni Emirat Arab. Berdasarkan data Department of Tourism and Commerce Marketing (DTCM) Dubai, pada 2010 ada sekitar 8,3 juta turis yang mengunjungi Dubai. Lalu meningkat menjadi 11 juta turis pada 2011 dan 13,2 juta turis pada 2014. “Dubai terus menjadi tujuan utama bagi pengunjung internasional dan kami menargetkan 20 juta pengunjung pada tahun 2020,” kata Issam Abdul Rahim Kazim, Chief Executive Officer of Dubai Corporation for Tourism and Commerce Marketing dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (21/10/2015).

Tak hanya itu, pertumbuhan pariwisata ini juga berimbas pada pendapatan per kapita Uni Emirat Arab (UEA). Berdasarkan data Bank Dunia, pendapatan per kapita UEA pada 2001 sekitar 32,100 dolar AS. Lalu meningkat 40,300 dolar AS pada 2005 dan 44,000 dolar AS pada 2014.

Selain Uni Emirat Arab, negara yang sukses melakukan reklamasi adalah Singapura. Reklamasi dicanangkan oleh Perdana Menteri Pertama Lee Kuan Yew pada 1976.

Proyek reklamasi tersebut sudah berlangsung selama 40 tahun. Proyek itu akan terus berlanjut hingga saat ini dan diperkirakan berakhir pada 2030. Salah satu proyek reklamasi yang sudah dikerjakan Singapura adalah Marina City. Dalam dokumen skema reklamasi Marina City, Singapura melakukan reklamasi sebesar 360 hektare dengan perkiraan biaya 385 juta dolar Singapura.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup (Sekarang: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), reklamasi Singapura itu membutuhkan 1,8 miliar kubik pasir yang akan menambah luas wilayah negara tersebut sebanyak 260 km persegi. Luas wilayah Singapura sudah bertambah dari 633 kilometer persegi pada 1991 menjadi 716 km persegi saat ini.

Dengan penambahan wilayah dan infrastruktur baru, perekonomian Singapura terus meningkat. Hal itu terbukti dengan meningkatnya jumlah pendapatan masyarakat Singapura. Berdasarkan data Bank Dunia, pendapatan per kapita Singapura pada 2001 sekitar 21.600 dolar AS. Lalu meningkat 29.900 dolar AS pada 2005 dan 56.000 dolar AS pada 2014. Peningkatan itu jauh melebihi negara UEA.

Berkaca dua negara Asia tersebut, Dubai dan Singapura memiliki kemiripan dalam reklamasi. Mereka menawarkan wisata kelas dunia dengan berbagai fasilitas eksklusif. Kalau di Dubai ada Palm Jumeirah dan Burj Khalifah, Singapura memiliki Marina Bay Sands, hotel sekaligus kasino terbesar setelah Macau yang menyedot perhatian pejudi dunia. Dua negara dinilai wajar menawarkan berbagai fasilitas mewah dan modern kepada pengunjung, sebab tidak memiliki wisata alam yang indah layak Indonesia. Bedanya, Dubai memiliki luas 4.114 km dengan jumlah penduduk 2,503 juta. Sementara Singapura memiliki luas 716 km persegi dengan penduduk 2,503 juta jiwa. Artinya Singapura tidak memiliki lahan lagi kecuali reklamasi.

Reklamasi di Indonesia
UEA dan Singapura tak punya pilihan selain melakukan reklamasi karena adanya kebutuhan. Di Indonesia, reklamasi juga dilakukan meski sudah dikaruniai oleh ribuan pulau. Indonesia saat ini tercatat memilik luas daratan Indonesia 1,9 juta km dihuni oleh 249 juta penduduk. Perlu diingat, luas wilayah itu tidak terbentang dalam satu wilayah, melainkan pulau-pulai. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2004, jumlah pulau di Indonesia adalah 17.504. Dengan rincian 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama. Data ini menunjukkan bahwa betapa kayanya Indonesia dengan ribuan pulau-pulau yang tersebar diseluruh nusantara. Itulah mengapa ide reklamasi kemudian memunculkan beragam kritikan.

sumber: tirto.id

Prev
Next

Leave a facebook comment