Logo Reklamasi Pantura

Pencemaran Sampah Plastik dan Ancaman Bencana Ekologi di Teluk Jakarta

Pencemaran Sampah Plastik dan Ancaman Bencana Ekologi di Teluk Jakarta

Petugas Suku Dinas Kebersihan Kepualauan Seribu memindahkan sampah dari kapal pengankut sampah ke truk di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, 16 Desember 2015. Dalam sehari Suku Dinas Kebersihan Kepualauan Seribu dapat mengangkut 50 ton sampah yang berada di Teluk Jakarta dan perairan Pulau Seribu. TEMPO/M IQBAL ICHSAN.

JAKARTA – Setelah video pencemaran plastik di Bali menjadi viral, kini publik kembali menyoroti pencemaran plastik di wilayah teluk Jakarta. Perlu terobosan komprehensif mengatasinya agar tidak menjadi bom waktu bencana ekologi di kemudian hari.

“Sudah cukup lama masalah sampah di Teluk Jakarta menjadi polemik. Namun, tak kunjung mendapatkan solusi. Padahal, setiap detik, tumpukan sampah kian bertambah. Ini harus segera dicarikan terobosan agar tak kian parah, ” kata Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), M. S. Sembiring dalam pembukaan acara Deep & Extreme Indonesia 2018, di Main Hall JCC Senayan, Jakarta,  Kamis (08/03).

Sampah plastik, sambung Sembiring, menimbulkan dampak kerusakan luar biasa bagi keseimbangan ekosistem dan pesisir. Selain mengotori lautan, sampah plastik dapat meracuni biota laut, merusak terumbu karang, dan berbahaya bagi kehidupan manusia. Dia menambahkan, sampah yang hanyut di Jakarta merupakan sampah-sampah yang dihanyutkan dari daratan dan sungai.

“Sampah-sampah ini juga termasuk sisa sampah yang lepas tak tertampung dari sekitar total 6.500-7000 ton sampah per hari yang dihasilkan warga Jakarta dan sekitarnya,” paparnya.

Sementara itu, Manajer Program Ekosistem Pesisir dan Pulau Kecil KEHATI Basuki Rahmad menambahkan, akademisi, masyarakat, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat harus bersatu

mengatasi permasalahan, dan menyusun solusi bersama dalam menangani permasalahan sampah plastik di Teluk Jakarta.

“Ini adalah persoalan yang skala dan dampaknya sangat besar. Menunda-nunda penyelesaiannya hanya akan menciptakan bom waktu di kemudian hari,” jelasnya.

Menurut Basuki, Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2016, pencemaran di wilayah Teluk Jakarta mayoritas bersumber dari limbah rumah tangga.

Hal ini terjadi, karena kawasan Teluk Jakarta menjadi lokasi akhir dari berbagai macam distribusi limbah yang datang dari 13 hulu sungai di Jakarta.

“Sebab itu, tingkat pencemaran yang paling tinggi pun terakumulasi di bagian hilir yang menyambung langsung ke laut,” katanya.

Sebelumnya, sebuah video unggahan penyelam Inggris, Rich Horner di akun Facebook dan YouTube yang memperlihatkan air laut di perairan Bali yang dipenuhi sampah plastik menjadi viral. Video ini direkam di lokasi penyelaman Manta Point Nusa Penida.

Dalam postingannya di Facebook, tertanggal 3 Maret, Rich Horner menulis, arus laut membawa “hadiah indah“ berupa ubur-ubur dan plankton, dan juga gundukan plastik. Rich Horner merekam sendiri dirinya berenang diantara sampah.

“Kantong plastik, botol plastik, gelas plastik, lembaran plastik, ember plastik, sikat plastik, sedotan plastik, keranjang plastik, kantong plastik, kantong plastik, plastik, plastik,” dikatakan Rich Horner, “Begitu banyak plastik!”.

Reputasi Indonesia soal sampah plastik memang sangat buruk. Indonesia dijuluki sebagai sumber sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia pada 2015 melalui publikasi penelitian ilmuwan Amerika Serikat yang terbit di jurnal ilmiah Science.

Mereka mengungkap, kawasan laut di Asia Pasifik tercemar oleh 11 trilyun pecahan sampah plastik. Dengan kajian statistik dan penelitian terumbu karang di 150 lokasi berbeda di Indonesia, Thailand, Myanmar dan Australia selama tiga tahun, ilmuwan itu menyimpulkan pencemaran di Indonesia tergolong yang paling parah.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Jenna R. Jambeck, Asisten Guru Besar di jurusan Teknik Lingkungan di Universitas Georgia, AS, itu juga memperkirakan saban tahun Indonesia membuang 3,2 juta ton limbah plastik ke laut.

Pengelolaan Sampah Tanpa Terbosan 

Produksi sampah nasional terus bertambah. Padahal status darurat sampah telah ditetapkan setahun lalu, tidak ada terobosan signifikan dalam penanganannya. Program Indonesia Bebas Sampah pada 2020 mendatang sepertinya perlu upaya ekstra. Sampah masih jadi persoalan yang belum teratasi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memproyeksi, timbunan sampah rumah tangga dan sampah sejenisnya terus meningkat. Pada 2017, jumlah sampah mencapai 65,8 juta ton. Jumlah itu diproyeksikan menjadi 66,5 juta ton pada tahun ini, meningkat menjadi 67,8 juta ton pada 2020, dan 70,8 ton pada 2025.

Nah, pada tahun ini KLHK menjalankan kebijakan program “Tiga Bulan Bersih Sampah” sebagai bagian dari upaya pencapaian target pengurangan sampah sebesar 30% atau setara dengan 20,9 juta ton pada 2025. Itu sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017. Namun, kebijakan ini justru dikritik sebagai langkah mundur penanganan sampah.

Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Dwi Sawung, menilai “bersih-bersih” merupakan level paling mendasar. Seharusnya, pemerintah melangkah ke tahap selanjutnya, tak sekadar bersih-bersih belaka. “Pemerintah punya otoritas membuat kebijakan pembatasan sampah, termasuk berwenang untuk memaksa,” kata Dwi.

Sebenarnya, upaya memaksa ini pernah diuji coba pada sampah plastik dengan melarang penggunaan kantong keresek. Sayang, program itu tidak dilanjutkan dengan regulasi yang mengikat seperti peraturan menteri (permen). “Harusnya, dilanjutkan dengan permen agar tidak hanya uji coba lagi, tapi langsung ke pelaksanaanya,” tambahnya.

Uji coba sampah plastik, menurutnya, sangat efektif, karena dapat megurangi sampah plastik di kota-kota besar hingga 50%. Bahkan, jika perlu, pada tahap selanjutnya pemerintah pusat harus berani menekan pemerintah daerah (pemda), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk mau mengalokasikan dana lebih dalam pengelolaan sampah.

“Hal terpenting berikutnya, ada mekanisme reward and punishment dalam hal inovasi pengelolaan sampah di daerah,” tutur Dwi.

Lebih lanjut, Dwi menilai, sampai saat ini pengelolaan sampah di Indonesia masih minim terobosan. Kebijakan pengelolaan sampah masih sentralisasi dan dikelola menggunakan paradigma lama. Sehingga kesannya, permasalahan sampah ini hanya memindahkan lokasinya.

“Dikumpulin, diangkut, dan terus di buang di dalam satu tempat itu. Lalu tidak diapa-apakan lagi,” katanya.

 

Sumber: Gatra.com

Prev
Next

Leave a facebook comment