Logo Reklamasi Pantura

PENCEMARAN LAUT PERLU SOLUSI

PENCEMARAN LAUT PERLU SOLUSI

Logam Berat dan Plastik Menghancurkan Kehidupan di Pesisir

 

JAKARTA – Tercemarnya sebagian wilayah laut Indonesia oleh logam berat dan limbah plastik membutuhkan solusi segera. Selain merugikan secara ekonomi, bahan pencemar tersebut berdampak terhadap kesehatan karena sebagian hasil laut tak lagi aman dikonsumsi.

Pasukan Oranye dari Unit Petugas Kebersihan (UPK) Pesisir dan Pantai Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, melakukan bongkar-muat sampah yang diangkut dari Pulau Tidung di Pelabuhan Dermaga Kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Kamis (7/9). Selama tiga hari penyisiran di sepanjang pantai Pulau Tidung, mereka mendapatkan 45 kubik sampah laut yang didominasi oleh sampah plastik. (Sumber: KOMPAS/WAWAN H PRABOWO).

Produk laut yang tercemar sulit masuk ke pasar ekspor sehingga merugikan banyak pihak. “Hampir semua daerah yang kami teliti selama lebih dari 10 tahun terakhir menunjukkan tercemar logam berat, terutama di perairan di kota-kota yang aktivitas manusianya tinggi,” kata peneliti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Etty Riani, Minggu (10/9). Pencemaran logam berat ditemukan pada air, sedimen laut, hingga terumbu karang.

Aktivitas para buruh kupas kerang hijau di kawasan Teluk Jakarta, Kali Baru, Cilincing, Jakarta, Jumat (8/9). Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kerang hijau yang dibudi daya di kawasan tersebut mengandung logam berat dalam kadar tinggi akibat parahnya pencemaran di perairan Teluk Jakarta.

Beberapa perairan laut yang tercemar logam berat itu antara lain Teluk Jakarta, Teluk Lampung, Situbondo (Jawa Timur), pesisir Berau (Kalimantan Timur), Pelabuhan Arar di Kabupaten Sorong (Papua Barat), perairan Serang dan Teluk Banten, pesisir Kota Timika (Papua), Teluk Bayur (Sumatera Barat), dan Palabuhanratu (Sukabumi).

Nelayan mengangkut hasil panen kerang hijau di kawasan Teluk Jakarta, Kali Baru, Cilincing, Jakarta, Jumat (8/9). Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kerang hijau yang dibudidaya di kawasan tersebut mengandung logam berat dalam kadar tinggi akibat parahnya pencemaran di perairan Teluk Jakarta.

Jika cemaran logam berat telah terjadi puluhan tahun, belakangan lautan Indonesia mendapat polutan baru berupa sampah plastik, bentuk makro ataupun mikro dan nano. Jika sampah plastik makro bisa dilihat kasatmata, plastik mikro ukuran diameter kurang dari 5 milimeter (mm) atau sebesar biji wijen sampai 330 mikron (0,33 mm). Plastik nano berukuran lebih kecil dari 330 mikron.

Riset terbaru oleh Noir Primadona Purba dari Departemen Kelautan Universitas Padjadjaran, Bandung, menemukan tingginya volume sampah plastik di sekitar Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat. Riset di 46 lokasi lain di Laut Jawa, di sekitar Kepulauan Seribu dan perairan Banten, juga menemukan tingkat pencemaran plastik tinggi.

Nelayan mengangkut hasil panen kerang hijau di kawasan Teluk Jakarta, Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (8/9). Pencemaran laut, termasuk di perairan Teluk Jakarta dari limbah industri, rumah tangga, dan plastik, sangat merugikan kehidupan nelayan.

Sampah Plastik

Peneliti dari Balai Riset dan Observasi Laut Denpasar, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Agung Yunanto, menyebutkan, perairan yang ditelitinya, antara lain Selat Bali, Selat Makassar, dan Selat Rupat di Dumai, tercemar plastik. Bahkan, perairan dalam seperti Laut Banda tercemar plastik mikro.

Luasnya pencemaran plastik di perairan Indonesia ini menguatkan hasil kajian Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, AS. Riset yang dirilis dalam jurnal Science (2015) ini menyebut Indonesia adalah negara kedua setelah China sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di laut. Dari 5,4 juta ton sampah plastik per tahun yang dihasilkan penduduk negeri ini, 0,5-1,5 juta ton dibuang ke laut.

“Kami tak punya data untuk membantah hasil kajian Jenna Jambeck ini,” kata Heru Waluyo, mantan Direktur Pencemaran Laut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, ia mengakui, pencemaran sampah plastik ke laut RI amat tinggi. Indonesia memproduksi 65 juta sampah pada 2015 dan 14 persennya sampah plastik.

Padahal, pencemaran sampah plastik, terutama mikro dan nano, bisa masuk rantai makanan di laut dan masuk tubuh manusia jika makan ikan tercemar. Riset bersama Universitas Hasanuddin dan University of California Davis (2014 dan 2015) menemukan cemaran plastik mikro dalam pencernaan ikan dan kerang yang dijual di tempat pelelangan ikan terbesar di Makassar, Sulawesi Selatan. Hasil riset dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional, Nature, September 2015.

“Sepertiga sampel atau 28 persennya mengandung plastik mikro,” kata Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Akbar Tahir, anggota tim peneliti. Ada 76 ikan yang diteliti kandungan plastik mikronya.

Menurut Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Riau Agung Dhamar Syakti, di perairan laut, sampah plastik bisa melepas senyawa kimia beracun seperti nonylphenols. Plastik mikro mudah mengikat bahan pencemar beracun, seperti pestisida dan aneka jenis logam berat. Bahan pencemar itu memicu kanker (karsinogenik), mutasi genetik, dan merusak embrio.

Logam berat

Soal lain yang harus diwaspadai adalah pencemaran logam berat di laut. Riset terbaru menyebut, pencemaran logam berat di sejumlah perairan Indonesia melampaui ambang batas aman, dengan intensitas dan sebaran meningkat.

Data Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang mencatat mutu air muara dan air laut Kota Semarang tahun 2015 tercemar logam berat. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang Gunawan Saptogiri mengakui, pencemaran di pesisir Teluk Semarang amat parah.

Pencemaran logam berat juga teridentifikasi pada biota di perairan dekat penambangan emas rakyat, seperti Teluk Kayeli di Pulau Buru, Maluku. Demikian hasil riset oleh Yusthinus T Male, dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura, 2015.

Menurut peneliti Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Dwiyitno, hasil laut Indonesia ditolak di Uni Eropa dan AS karena ada cemaran logam berat, mikroba patogen, residu histamin, dan obat hewan.

Etty Riani mengatakan, kerugian ekonomi akibat tercemarnya lautan di Indonesia lebih besar jika menghitung aspek kesehatan masyarakat terdampak dan kehancuran ekologi yang tak bisa lagi dipulihkan.

sumber: https://kompas.id/baca/utama/2017/09/11/pencemaran-laut-perlu-solusi/

Prev
Next

Leave a facebook comment