Logo Reklamasi Pantura

PEMPROV DKI JANJIKAN DUA PULAU REKLAMASI UNTUK NELAYAN

PEMPROV DKI JANJIKAN DUA PULAU REKLAMASI UNTUK NELAYAN

Jakarta, CNN Indonesia — Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Saefullah mengatakan pihaknya menjanjikan lahan seluas 30 hektare di Pulau C dan Pulau D untuk masyarakat pesisir.

“Pulau C dan D itu nanti akan ada 30 haktare, ini akan diokupasi untuk kepentingan masyarakat. Ini buat dermaga, untuk perahu nelayan bersandar, ini di sisi barat,” kata Saefullah di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (3/8).

Untuk tempat tinggal, kata Saefullah, akan dibangun rumah susun di pulau reklamasi. Di bawah rumah susun akan dibuat restoran tematik serba ikan.

“Jadi 30 hektare itu akan diberikan ke Pemda Jakarta dan kita dedikasikan buat nelayan,” kata Saefullah.

Lebih lanjut, Saefullah mengatakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk Pulau C dan Pulau D masih berjalan. Menurutnya pembangunan di pulau tersebut tidak mungkin dihentikan.

Saefullah mengatakan sertifikat baru untuk kedua pulau itu akan terbit atas nama Pemprov DKI. Begitu juga dengan hak penggunan lahan (HPL) dan hak guna bangunan (HGB).

“Sebentar lagi terbit PBB, terus beruntun sampai selesai. Nanti sampai pencabutan moratorium kita akan urus terus sampai benar-benar selesai karena barangnya sudah jadi. Kecuali yang belum, nanti tergantung kepala daerahnya,” kata Saefullah.

Dari rencana 17 pulau reklamasi, sudah ada empat pulau yang dibangun yaitu Pulau C, D, G, dan N. Pulau C dan D digarap PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan PT Agung Sedayu Group; Pulau G digarap PT Muara Wisesa Samudra sebagai anak perusahaan PT Agung Podomoro Group; dan Pulau N digarap PT Pelindo II yang menjadi Pelabuhan Kalibaru atau New Tanjung Priok.

Empat pulau lain yang telah mengantongi izin pelaksanaan sehingga pengembang boleh mulai menimbun tanah di lokasi tersebut adalah F, H, I, dan K. Pulau F dipegang oleh PT Jakarta Propertindo, Pulau H dikembangkan oleh PT Taman Harapan Indah, dan Pulau I serta K dikerjakan oleh PT Pembangunan Jaya Ancol.
Untuk pulau lainnya, A, B, E, J, L, M, O, P, dan Q, belum bisa mulai dikembangkan karena baru memegang izin prinsip, dan belum mengantongi izin operasional.

Sejumlah pihak menyebut izin itu ilegal lantaran tidak didasari kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang memadai.

Peraturan daerah tentang zonasi juga belum ada. Itu karena Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKI tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategies Pantai Utara Jakarta hingga kini masih bergulir di DPRD DKI.

Saefullah menilai Raperda perlu dibahas untuk kebutuhan lapangan. Penjelasan dari Perda itu dibutuhkan oleh pengembang dan masyarakat.

DPRD memutuskan untuk menunda pengesahan dua Raperda ini pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Mohamad Sanusi atas tuduhan suap pada 2016 lalu.

Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat mengirim surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjelaskan bahwa kedua Raperda sangat dibutuhkan Pemprov DKI Jakarta.

Saefullah mengatakan belum ada tanggapan dari KPK terkait surat yang dikirim. Ia menilai pembahasan bersama antara eksekutif dan legislatif merupakan kunci penyelesaian Raperda.

“Mengenai subtansi bisa kita diskusikan, publik dan pemerhati lingkungan bisa kasih masukkan. Yang penting pembahasanya terbuka, asas keadilan,” kata Saefullah.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com

 

Prev
Next

Leave a facebook comment