Logo Reklamasi Pantura

JANGAN SANDERA REKLAMASI

JANGAN SANDERA REKLAMASI

Polemik tentang kelanjutan proyek reklamasi pantai utara Jakarta masih menjadi pembicaraan hangat setelah gubernur dan wakil gubernur baru DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, resmi dilantik. Publik mempertanyakan sikap tegas duo pemimpin baru Ibu Kota itu, apakah akan melanjutkan proyek reklamasi atau menghentikannya sama sekali, seperti janji yang disampaikan saat kampanye.

Sebagian warga Jakarta, terutama para pendukung Anies-Sandi dan nelayan-nelayan yang selama ini mencari ikan di laut Jakarta tentu berharap pemimpin baru Jakarta segera menghentikan proyek itu. Namun, dari pernyataan-pernyataan Anies-Sandi setelah pelantikan, ada kesan kalau mereka ingin mengambangkan kasus proklamasi tersebut.

Publik pun mengaitkan masalah ini dengan politik 2019, di mana Anies disebut-sebut akan maju di pemilihan presiden mendatang. Bisa jadi, isu reklamasi sengaja disimpan untuk bahan kampanye di Pemilu 2019 nanti.
Reklamasi pantai utara Jakarta memang merupakan proyek besar. Areal reklamasi sangat luas, mencapai 5.152 hektare atau 51.520.000 meter persegi. Sebagai pembanding, areal reklamasi ini lebih besar dari wilayah Jakarta Pusat yang mempunyai luas 48.000.000 meter persegi. Nilai proyek ini pun disinyalir lebih dari Rp 300 triliun.

Hingga kini nasib reklamasi 17 pulau di pesisir pantai utara Jakarta itu masih belum jelas. Pemimpin baru Jakarta, Anies-Sandi masih berbeda pendapat dengan pemerintah pusat. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah pusat mencabut aturan penghentian sementara (moratorium) reklamasi karena sanksi-sanksi yang diberikan pemerintah kepada pengembang telah dipenuhi.
Menko kemaritiman pun mengaku telah dua kali mengundang Anies dan Sandi untuk berkoordinasi dan membahas masalah reklamasi ini. Namun, menurut Menko Luhut, Anies-Sandi tidak pernah menghadiri undangan itu.

Menanggapi pernyataan Menko Maritim itu, Wagub DKI Sandiaga Uno mengaku belum bisa menerangkan posisi Pemprov DKI terkait proyek reklamasi. Dia mengatakan bahwa dirinya bersama Gubernur Anies harus bertemu dulu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan menko kemaritiman sebelum membuat keputusan.

Sandi hanya menegaskan bahwa mereka membawa mandat dari warga Jakarta terkait proyek reklamasi itu dan tidak mau berseberangan dengan warga. Sandi meminta masyarakat bersabar, karena pihaknya bakal melakukan kajian dengan baik dan tidak tergesa-gesa.

Polemik tentang reklamasi pantai utara Jakarta itu terfokus pada pihak yang berwenang memberikan izin reklamasi. Pasalnya, sejak beberapa tahun, muncul berbagai peraturan tentang reklamasi Jakarta, yang saling bertentangan dan multitafsir. Peraturan terbaru tentang reklamasi adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Pasal 16 Perpres tersebut menyebutkan, menteri sebagai pihak yang memiliki wewenang dalam memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada kawasan strategis nasional tertentu, kegiatan reklamasi lintas provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah. Pemerintah yang dimaksud dalam poin tersebut adalah pemerintah pusat.

Lalu, pada poin nomor 3 pasal tersebut tertulis, pemberian izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada kawasan strategis nasional tertentu dan kegiatan reklamasi lintasprovinsi, sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) diberikan setelah ada pertimbangan dari bupati/wali kota dan gubernur. Berdasarkan pengertiannya, kawasan strategis nasional tertentu adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.

Dengan demikian, berdasarkan aturan itu, kepala daerah, seperti gubernur, hanya sebatas merekomendasikan tempat yang sebelumnya telah dipertimbangkan untuk dijadikan tempat reklamasi. Sementara itu, pihak yang berhak mengeluarkan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi adalah menteri. Dalam kasus reklamasi Jakarta, istilah “kawasan strategis nasional tertentu” menjadi perdebatan. Masih terdapat perbedaan tafsir, apakah kawasan yang dijadikan lahan reklamasi masuk di dalam kategori itu atau tidak.

Oleh karena itu, bagi kita penting agar Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Koordinator Kemaritiman, untuk duduk bersama membahas solusi atas polemik reklamasi. Pemprov DKI tidak perlu berbicara langsung dengan Presiden Jokowi, karena mandat untuk menyelesaikan masalah reklamasi Jakarta telah diserahkan pemerinta pusat kepada Menko Kemaritiman.

Kita tidak ingin persoalan reklamasi ini menjadi isu politik yang berkepanjangan. Jangan sampai muncul dikotomi bahwa pihak yang menolak reklamasi adalah orang-orang yang membela kepentingan rakyat kecil. Sementara, pihak yang setuju reklamasi dilanjutkan adalah orang-orang yang tidak berpihak kepada rakyat.

Jika berlindung di balik keinginan rakyat, alangkah lebih baik bila dilakukan semacam jajak pendapat. Dari hasil jajak pendapat itu bisa diketahui dengan pasti, apakah mayoritas publik Jakarta setuju reklamasi atau tidak.

Jadi, pernyataan “untuk kepentingan rakyat” memiliki dasar yang kuat, tidak sekadar klaim sepihak.
Menjelang Pemilu 2019, kita berharap isu reklamasi pantai utara Jakarta tidak disandera untuk menjadi bahan kampanye. Penuntasan masalah ini harus benar-benar diarahkan ke penyelesaian secara hukum, bukan politis. Sebab, dengan adanya kepastian hukum maka iklim investasi Indonesia akan semakin baik.

Penulis: suarapembaruan.com

Sumber: Beritasatu.com

Prev
Next

Leave a facebook comment