Logo Reklamasi Pantura

Ini Kata Pakar: Anies-Sandi Tidak Memiliki Alasan Kuat Menghentikan Reklamasi

Ini Kata Pakar: Anies-Sandi Tidak Memiliki Alasan Kuat Menghentikan Reklamasi

JAKARTA – Paska dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 pada Senin, 16 Oktober 2017 lalu. Saat kampanye, ada sedikitnya 23 janji yang Anies-Sandi sampaikan kepada warga Jakarta. Salah satu yang cukup populis adalah rencana keduanya yang hendak menghentikan proyek reklamasi 17 Pulau di teluk Jakarta.

Namun, sejumlah pakar menilai tak mudah bagi pasangan Anies-Sandi untuk mewujudkan janji kampanyenya tersebut.

Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi), Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono menyatakan, izin reklamasi merupakan keputusan tata usaha negara yang tunduk pada ketentuan hukum administrasi negara, yakni UU nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atau UU AP.

Sehingga rencana Anies-Sandi untuk menghentikan reklamasi itu harus mampu menunjukkan bahwa izin yang dikeluarkan Gubernur sebelumnya tersebut cacat wewenang, prosedur atau administrasi. Hal ini sesuai dengan Pasal 64 UU AP.

“Izin reklamasi pada dasarnya merupakan suatu keputusan tata usaha negara dimana untuk mencabut atau membatalkannya tentu tunduk pada ketentuan hukum administrasi negara yang dalam hal ini adalah UU Nomor 30 Tahun 2014. Sesuai Pasal 64 UU AP apabila nantinya Anies-Sandi ingin membatalkan reklamasi di pesisir utara Jakarta maka Anies-Sandi harus mampu menunjukkan bahwa izin reklamasi yang telah dikeluarkan oleh Gubernur sebelumnya tersebut mengandung cacat wewenang, prosedur, dan/atau substansi,” kata Bayu seperti dikutip di SuaraPembaruan, (26/4/2017).

Tanpa adanya cacat tersebut, Anies-Sandi tidak memiliki alasan kuat membatalkan izin reklamasi.

Sebaliknya, jika bersikukuh membatalkan reklamasi tanpa adanya cacat wewenang, prosedur atau substansi, pasangan Anies-Sandi dapat dianggap melakukan tindakan sewenang-wenang. Sejumlah pihak yang merasa dirugikan dengan tindakan Anies-Sandi itu dapat menggugat ke pengadilan.

“Jika ternyata tidak ditemukan salah satu cacat tersebut maka tentu tidak cukup alasan bagi Anies-Sandi Untuk membatalkan Izin Reklamasi. Namun jika Anies-Sandi bersikeras untuk membatalkan izin reklamasi meskipun tidak ditemukan salah satu cacat tersebut maka tindakannya dapat digolongkan sebagai tindakan sewenang-wenang yang akibatnya Anies-Sandi dapat digugat ke pengadilan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan atas dicabutnya izin tersebut,” ujar Bayu.

Bayu yang juga Pakar Hukum Tata Negara mengingatkan kepada Anies-Sandi untuk tunduk pada putusan pengadilan yang sudah inkracht, bahwa izin pelaksanaan reklamasi itu sah secara prosedur hukum dan aturan UU yang berlaku.

“Izin reklamasi itu sah berlaku karena tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka mau tidak mau Anies dan Sandi sebagai pejabat pemerintahan harus patuh dan taat kepada putusan MA tersebut.

Diketahui, Mahmakah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Perkumpulan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) terkait izin reklamasi Pulau G yang diberikan Gubernur DKI Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra.

Berdasarkan informasi di laman resmi MA, www.mahkamahagung.go.id, perkara dengan nomor register 92 K/TUN/LH/2017 itu diputuskan pada 19 Juni 2017.

Selain menolak kasasi Walhi dan Kiara, MA juga tidak menerima kasasi yang diajukan warga bernama Nur Saepudin.

“Permohonan kasasi I (Nur Saepudin, dkk) tidak dapat diterima, tolak permohonan kasasi pemohon II (Kiara) dan III (Walhi),” demikian bunyi amar putusan dikutip dari laman MA.

Putusan MA ini menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang juga memenangkan Pemprov DKI Jakarta dalam perkara tersebut di tingkat banding.

Putusan PTTUN sendiri diketok pada 13 Oktober 2016, dan menghidupkan kembali SK Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudera.

Sementara itu, pakar hukum, Indriyanto Seno Adji mengatakan, untuk menghentikan proyek tersebut, Anies-Sandi harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Koordinasi ini diperlukan untuk menemukan solusi terbaik terkait proyek tersebut.

“Proyek reklamasi sudah diputuskan pemerintah pusat untuk tetap berlanjut. Sebaiknya Anies-Sandi sebagai bingkai dalam dari Pemerintahan Pusat tetap melakukan koordinasi untuk memperoleh solusi terbaik bagi kelanjutan tidaknya proyek tersebut,” kata Indriyanto.

Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Krisnadwipayana ini menjelaskan, secara hukum administrasi negara, proyek reklamasi sudah jelas merupakan kebijakan pemerintah yang terencana. Namun, persoalan-persoalan terkait proyek ini muncul lantaran proyek tersebut telah menjadi komoditas politik sehingga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

“Persoalan hukumnya sudah jelas. Artinya secara hukum administrasi negara, ini adalah kebijakan pemerintah yang terencana. Hanya saja ini sudah menjadi komoditas politik yang menimbulkan pro-kontra di publik. Ada penggiringan politisasi hukum-nya,” ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mempersilakan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno jika ingin menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

Luhut dalam acara “Coffee Morning” dengan wartawan di Jakarta, Selasa (17/10/2017), hanya mengingatkan agar Anies merealisasikan janji kampanyenya itu sesuai aturan yang berlaku.

“Kalau sesuai aturan ya kita ikuti. Tidak ada kepentingan saya di situ. Kalau aturannya memang demikian, kita hidup dengan aturan, bukan emosi dan sekadar wacana. Saya sesuai kewenangan saya, ya saya kerjakan. Kalau mau dia hentikan, dia batalkan, ya silakan saja,” kata Luhut seperti dikutip Antara.

Menurut Luhut, keputusan untuk mencabut moratorium reklamasi teluk Jakarta dilakukan bukan tanpa alasan. Pencabutan itu dilakukan setelah pengembang memenuhi persyaratan yang diminta pemerintah guna melanjutkan proyek di Pulau C, D dan G.

Luhut menambahkan, keputusannya mencabut moratorium juga sesuai kewenangannya sebagai Menko Maritim.

“Itu ada batas-batas kewenangan kita, jangan kita pikir kita ini bisa langsung all the way ke langit. Saya sebagai Menko pun ada batasan. Presiden ada batasan. Gubernur pun ada batasan, jangan mikir jadi Gubernur DKI bisa segala macam,” pungkas Luhut.

/redaksi.

Prev
Next

Leave a facebook comment