Logo Reklamasi Pantura

2030, Teluk Jakarta Harus Bersih

2030, Teluk Jakarta Harus Bersih

JAKARTA – Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim berharap, Teluk Jakarta sudah bersih dari limbah sampah pada 2030 mendatang. Sebagai negara dengan garis pantai yang panjangnya setara dengan jarak Jakarta sampai ke Teheran, sepatutnya kebersihan laut diperhatikan oleh seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat.

Menurut Emil, sudah tersedia langkah untuk membersihkan laut Jakarta. Tinggal konsistensi menjalankan kebijakannya saja yang perlu dipertahankan.

Sekarang ini, lanjut Emil, pemerintah pusat bersama pemerintah provinsi dan pihak swasta tengah mengerjakan proyek prestisius national capital integrated coastal development (NCICD) atau tanggul laut raksasa di Teluk Jakarta yang pengerjaannya mencakup pembangunan tanggul-tanggul dan reklamasi.

Emil mengatakan, keberadaan tanggul di Teluk Jakarta sangat dibutuhkan sebagai solusi karena selain berdampak pada kelestarian lingkungan, juga bisa menanggulangi potensi banjir rob, menjaga kualitas air tawar, dan mengendalikan kenaikan air sungai di Ibu Kota.

Hal itu disampaikan Emil dalam sambutannya saat membuka acara diskusi panel bertajuk “Menjawab Tantangan: Teluk Jakarta Bersih, Siapa Berani?” yang diadakan Yayasan Kehati bekerja sama dengan HSBC Indonesia di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Kamis (8/3).

Emil juga menyinggung pentingnya menjaga kebersihan 13 sungai di Jakarta. Misalnya, di Sungai Citarum yang dalam menjaga kebersihannya melibatkan TNI. Namun pengerjaannya diharapkan konsisten dengan menjaga kebersihan sungai-sungai lainnya.

“Kita harus membersihkan Teluk Jakarta sampai 2030. Konsepnya sudah ada dengan membangun waduk lepas pantai, maupun membersihkan 13 sungai,” kata Emil.

Ketua Wantimpres pada periode kedua pemerintahan Presiden SBY ini juga menyatakan, diperlukan juga terobosan dalam pengelolaan plastik di Indonesia, khususnya di Ibu Kota. Pasalnya, sampah yang mendominasi limbah di laut Indonesia merupakan plastik.

Emil mengungkapkan, dilihat dari satelit angkasa, lautan Indonesia seperti dikepung oleh sampah-sampah plastik. Hal itu terjadi lantaran minimnya kesadaran masyarakat yang membuang sampah plastik di sungai.

Sebagai ekonom, dia mengusulkan seluruh masyarakat dikenakan biaya untuk membeli produk yang menggunakan plastik. Namun, plastik itu bisa diolah kembali atau didaur ulang oleh perusahaan-perusahaan yang menjual produk kemasan.

Dia menggambarkan kehidupan yang pernah dilaluinya saat mengenyam pendidikan di Barkeley, AS. Masyarakat di sana enggan membuang sampah plastik karena bisa dijual untuk didaur ulang.

“Di Amerika, di apartemen penuh dengan sampah-sampah plastik karena kalau dibawa kembali ke toko penjual mereka bisa mendapatkan uang. Karena ada uang, sampah plastik tidak pernah dibuang, sebab menjadi sumber pendapatan. Intinya jangan sampai plastik masuk sungai,” katanya.

Kasudin Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Yusen Hardiman mengungkapkan, setiap harinya jajarannya mengerahkan 13 kapal yang mulai beroperasi pada pukul 06.00 WIB membersihkan sampah-sampah di seluruh Pulau Seribu. Dia juga mengakui 60 persen sampah kiriman yang menumpuk didominasi plastik.

Setiap harinya, kata Yusen, pihaknya mengangkut sampah sebanyak 8-20 ton. Sebagian berasal dari sampah penduduk pulau dan wisatawan.

“Sampah-sampah itu kita kumpulkan. Kita pilah-pilah mana yang bisa didaur ulang mana yang tidak. Yang tidak bisa didaur ulang dibawa kembali ke daratan, ke Bantar Gebang,” jelas Yusen.

Staf Ahli bidang Ekologi Sumber Daya Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Anggono mengatakan, berdasarkan hasil studi, pada 2025 mendatang, perbandingan untuk 12 ton ikan di lautan Indonesia terdapat 4 ton sampah. Pada 2050 terbuka kemungkinan jumlah sampah lebih banyak daripada ikan.

“Maka dari itu penting sekali zonasi penataan ruang setiap wilayah kota agar sampahnya dikelola oleh masing-masing pihak agar tidak mencemari laut,” kata Aryo.

 

Sumber: beritasatu.com

Prev
Next

Leave a facebook comment